Jumat, 23 Oktober 2015

Upacara Jamasan Kereta Pusaka

Upacara Jamasan Kereta Pusaka


Upacara atau tradisi Jamasan kereta pusaka Keraton Yogyakarta dilakukan setiap malam Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon di bulan Suro bertempat di Museum Keraton Yogyakarta Jl. Rotowijayan atau sebelah barat Alun-alun Utara.
Jamasan merupakan ritual untuk merawat dan membersihkan benda-benda pusaka yang dilakukan sejak berabad-abad silam oleh masyarakat Jawa dalam mengisi bulan Suro.
Berbagai macam benda pusaka milik Keraton Yogyakarta seperti kereta, gamelan, maupun pusaka baik keris tombak dsb itu selalu dicuci yang diistilahkan dengan”dijamasi” pada bulan Suro (Muharam) dan selalu pada hari istimewa Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon.
Salah satu prosesi jamasan yang terbuka untuk umum adalah jamasan kereta pusaka Kanjeng Nyai Jimat. Kereta pusaka ini merupakan kereta buatan Portugis tahun 1750-an hadiah dari Gubernur Jenderal Belanda dan menjadi tunggangan utama Sultan HB I – IV.
Yang menarik dalam setiap prosesi jamasan ini ribuan warga dari berbagai daerah selalu berebut air sisa cucian kereta karena percaya air itu memiliki berkah tersendiri. Mereka biasanya akan membawa botol, jeriken, panci, dan gayung untuk menampung air bilasan kereta.
Tak hanya untuk mandi, air itu kerap digunakan masyarakat untuk minum dengan keyakinan akan mendapat kesembuhan penyakit, umur panjang dan sebagainya.
http://www.teruskan.com/34262/5-upacara-adat-di-yogyakarta-yang-menarik-ribuan-warga.html




Upacara Nguras Enceh

Upacara Nguras Enceh


Upacara Nguras Enceh atau Mengganti Air Gentong adalah tradisi yang dilakukan pada setiap tanggal 1 Sura khususnya pada hari Jumat Kliwon bertempat di Kompleks Makam Raja-Raja Mataram, Imogiri, Bantul.
Terdapat empat gentong yang akan dikuras dalam acara ini. Keempatnya merupakan hadiah dari Kerajaan Palembang, Kerajaan Aceh, Kerajaan Ngerum (Turki), dan Kerajaan Siam (Thailand) kepada Sultan Agung (1613-1645) sebagai penguasa Kerajaan Mataram saat itu sebagai tanda persahabatan.
Sebelum upacara ini digelar, dilakukan Upacara Ngarak Siwur (Siwur = gayung air dari batok kelapa dengan tangkai bambu) dengan arak-arakan prajurit menuju kompleks makan Raja-raja Imogiri. Setelah itu, upacara nguras Enceh dimulai oleh abdi dalem Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta.
Yang menarik air cidukan dari gentong tersebut selalu diperebutkan warga karena dianggap memiliki tuah tertentu.

Saparan Bekakak

Saparan Bekakak


Upacara adat Saparan Bekakak merupakan ritual yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I.
Saparan Bekakak dilaksanakan di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman setiap hari Jumat, antara tanggal 10 hingga 20 dalam bulan Sapar (kalender Jawa).
Ritual yang digelar sebagai bentuk permohonan keselamatan warga Gamping ini disebut Saparan Bekakak karena dalam pelengkap upacaranya terdapat sepasang pengantin boneka bekakak yang disembelih sebagai simbol persembahan.
Yang menarik dalam upacara ini, sepasang pengantin bekakak akan diarak menuju tempat penyembelihan yakni Gunung Gamping dan Gunung Kiling.
Dalam arak-arakan itu terdapat sejumlah boneka raksasa berupa ogoh-ogoh, berbentuk setan genderuwo, banaspati, dll yang bertugas mengawal pengantin bekakak. Ritual ini selalu menarik perhatian warga sekitar yang memadati sepanjang rute arak-arakan sepanjang 2 kilometer

Upacara Grebeg

Upacara Grebeg


Upacara Grebeg merupakan upacara adat yang diadakan tiga kali dalam setahun.
Upacara ini digelar pada tanggal-tanggal yang berkaitan dengan hari besar agama Islam, yakni Grebeg Syawal pada saat hari raya Idul Fitri, Grebeg Maulid pada saat hari peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW dan Grebeg Besar pada saat hari raya Idul Adha.

Dalam Upacara Grebeg ini terdapat arak-arakan ratusan prajurit kraton dengan menggunakan pakaian kebesaran prajurit, dan membawa senjata khusus, panji-panji, serta alat musik. Mereka berjalan mengawal Gunungan berupa tumpukan sesaji, makanan yang menyerupai gunung.

Gunungan ini terdiri dari berbagai hasil bumi yang merupakan simbol kemakmuran Keraton Yogyakarta, yang nantinya akan dibagikan kepada rakyatnya.
Dalam perayaan grebeg, terdapat enam jenis gunungan, masing-masing memiliki bentuk yang berbeda dan terdiri dari jenis makanan yang berbeda pula. Gunungan-gunungan ini akan dibawa menuju Alun-alun Utara, Kepatihan/Jalan Malioboro dan Puro Pakualaman dengan iring-iringan prajurit berkuda dan prajurit gajah.

Upacara ini selalu menarik perhatian puluhan ribu warga yang ingin berebut gunungan sebagai sesaji yang dipercaya memiliki berkah.

Kenapa Jogja Istimewa?

Alasan Kenapa Jogja Istimewa


Alasan:
ð  Kebudayaan sistem kerajaan yang telah melekat.
= Sebelum bergabung dengan Negara kesatuan Republik Indonesia, Yogyakarta memiliki sistem pemerintahan berbentuk kerajaan (Kasultanan Ngayogyakarto Hadiningrat dan Pakualaman) dan kebudayaan sistem pemerintahan kerajaan masih melekat pada masyarakat ataupun aparat di pemerintahan Jogja yang selalu patuh dan mengikuti semua peraturan yang di keluarkan oleh raja. Seperti halnya individu yang tak ingin kehilangan identitasnya, maka masyarakat Yogyakarta akan mempertaruhkan diri untuk identitas budaya tersebut. Keistimewaan Yogyakarta merupakan mahar atas bergabungnya Ngayogyakarto ke Negara Kesatuan Republik Indonesia.

ð  Amanat Sri Sultan yang kemudian disebut Amanat 5 September tersebut merupakan bentuk dukungan Kerajaan Ngayogyakarto Hadiningrat terhadap NKRI.
= Ketika Indonesia diproklamasikan sebagai suatu negara merdeka oleh Soekarno Hatta, sebenarnya Kerajaan Yogyakarta dan begitu juga kerajaan-kerajaan lain di wilayah bekas jajahan Belanda bisa saja melepaskan diri dari NKRI. Namun ternyata Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII memberikan dukungan terhadap NKRI dan dalam amanat yang ditandatangani Sri Sultan bersama Paku Alam menyatakan “Bahwa Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.” Isi lain dari amanat Sri Sultan tersebut adalah, “Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Ngajogjakarta Hadiningrat mulai saat ini berada di tangan kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja kamipegang seluruhnya.”

ð  Amanat Paku Alam VIII yang menyatakan,
= “Bahwa Negeri Paku Alaman jang bersifat keradjaan adalah daerah istimewa dari Negara Republik Indonesia.” Berikutnya, “Bahwa kami sebagai Kepala Daerah memegang segala kekuasaan dalam Negeri Paku Alaman, dan oleh karena itu berhubung dengan keadaan pada dewasa ini segala urusan pemerintahan dalam Negeri Paku Alaman mulai saat ini berada ditangan Kami dan kekuasaan-kekuasaan lainnja Kami pegang seluruhnya.”

ð  Keistimewaan Yogyakarta juga di dukung oleh para founding father terutama Soekarno dengan payung hukum piagam penetapan.
= Payung hukum ini sebenarnya sudah dikeluarkan oleh Soekarno yang duduk di BPUPKI dan PPKI pada 19 Agustus 1945. Piagam penetapan ini kemudian diserahkan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII pada 6 September 1945. Isi piagam penetapan itu adalah, “Piagam Kedudukan Sri Paduka Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono IX, Kami, Presiden Republik Indonesia, menetapkan:

Ingkeng Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengku Buwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panotogomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX Ing Ngayogyakarta Hadiningrat, pada kedudukannya, Dengan kepercayaan bahwa Sri Paduka Kangjeng Sultan akan mencurahkan segala pikiran, tenaga, jiwa dan raga, untuk keselamatan Daerah Yogyakarta sebagai bagian daripada Republik Indonesia.

ð  Keistimewaan Yogyakarta dikuatkan dalam hal Sejarah Pembentukan Pemerintahan DIY
= Terkait dengan perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia sesuai UUD 1945, Pasal 18 & Penjelasannya yang menjamin hak asal-usul suatu daerah sebagai daerah swa-praja (zelfbestuurende landschaappen).

ð  Berdasar putusan Mahkamah tentang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
= Saat ini Yogyakarta merupakan salah satu daerah istimewa yang dimiliki Indonesia. “Yogyakarta menjadi daerah istimewa karena faktor sejarah”.

Sumber: http://www.kaskus.co.id/thread/50e2b6cc1d7608b64c000016/6-alasan-mengapa-yogyakarta-menjadi-daerah-istimewa/


Letak Geografis Jogja

Letak Geografis Jogja

Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Daerah Istimewa setingkat Provinsi di Indonesia yang meliputi
[Negara] Kesultanan Yogyakarta dan [Negara] Kadipaten Paku Alaman. Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa bagian tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah dan Samudera Hindia. Daerah Istimewa yang memiliki luas 3.185,80 km2 ini terdiri atas satu kota dan empat kabupaten, yang terbagi lagi menjadi 78 kecamatan dan 438 desa/kelurahan. Menurut sensus penduduk 2010 memiliki jumlah penduduk 3.452.390 jiwa dengan proporsi 1.705.404 laki-laki dan 1.746.986 perempuan, serta memiliki kepadatan penduduk sebesar 1.084 jiwa per km2[5].
Penyebutan nomenklatur Daerah Istimewa Yogyakarta yang terlalu panjang menyebabkan sering terjadinya penyingkatan nomenkaltur menjadi DI Yogyakarta atau DIY. Daerah Istimewa ini sering diidentikkan dengan kota Yogyakarta sehingga secara kurang tepat disebut dengan Jogja, Yogya, Yogyakarta, Jogjakarta. Walaupun memiliki luas terkecil kedua setelah Provinsi DKI Jakarta, Daerah Istimewa ini terkenal di tingkat nasional dan internasional. Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi tempat tujuan wisata andalan setelah Provinsi Bali. Selain itu Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi daerah terparah akibat bencana gempa pada tanggal 27 Mei 2006 dan erupsi Gunung Merapi pada medio Oktober-November 2010.

Sumber: http://warna-warnijogjaku.blogspot.co.id/2011/12/letak-geografis-jogjakarta.html


Sejarah Jogja

Sejarah Jogja

Daerah Istimewa Yogyakarta atau biasa disingkat dengan DIY adalah salah satu daerah otonom setingkat provinsi yang ada di Indonesia. Propinsi ini beribukota di Yogyakarta.

Dari nama daerah ini yaitu Daerah Istimewa Yogyakarta sekaligus statusnya sebagai Daerah Istimewa. Status sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah berdirinya propinsi ini, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Menurut Babad Gianti, Yogyakarta atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa) adalah nama yang diberikan Paku Buwono II (raja Mataram tahun 1719-1727) sebagai pengganti nama pesanggrahan Gartitawati. Yogyakarta berarti Yogya yang kerta, Yogya yang makmur, sedangkan Ngayogyakarta Hadiningrat berarti Yogya yang makmur dan yang paling utama. Sumber lain mengatakan, nama Yogyakarta diambil dari nama (ibu) kota Sanskrit Ayodhya dalam epos Ramayana. Dalam penggunaannya sehari-hari, Yogyakarta lazim diucapkan Jogja(karta) atau Ngayogyakarta (bahasa Jawa).

Sebelum Indonesia merdeka, Yogyakarta sudah mempunyai tradisi pemerintahan karena Yogyakarta adalah Kasultanan, termasuk di dalamnya terdapat juga Kadipaten Pakualaman. Daerah yang mempunyai asal-usul dengan pemerintahannya sendiri, di jaman penjajahan Hindia Belanda disebut Zelfbesturende Landschappen. Di jaman kemerdekaan disebut dengan nama Daerah Swapraja.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdiri sejak 1755 didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kadipaten Pakualaman, berdiri sejak 1813, didirikan oleh Pangeran Notokusumo, (saudara Sultan Hamengku Buwono II ) kemudian bergelar Adipati Paku Alam I.

Baik Kasultanan maupun Pakualaman, diakui oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Terakhir kontrak politik Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941 No. 47 dan kontrak politik Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 No. 577.

Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengetok kawat kepada Presiden RI, menyatakan bahwa Daerah Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman menjadi bagian wilayah Negara Republik Indonesia, serta bergabung menjadi satu mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia. Pegangan hukumnya adalah :



1.            Piagam kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden Republik Indonesia.
2.            Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945 ( yang dibuat sendiri-sendiri secara terpisah).
3.            Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 ( yang dibuat bersama dalam satu naskah ).


Dari 4 Januari 1946 hingga 17 Desember 1949, Yogyakarta menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia, justru dimasa perjuangan bahkan mengalami saat-saat yang sangat mendebarkan, hampir-hampir saja Negara Republik Indonesia tamat riwayatnya. Oleh karena itu pemimpin-pemimpin bangsa Indonesia yang berkumpul dan berjuang di Yogyakarta mempunyai kenangan tersendiri tentang wilayah ini. Apalagi pemuda-pemudanya yang setelah perang selesai, melanjutkan studinya di Universitas Gajah Mada, sebuah Universitas Negeri yang pertama didirikan oleh Presiden Republik Indonesia, sekaligus menjadi monumen hidup untuk memperingati perjuangan Yogyakarta.

Pada saat ini Kraton Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Puro Pakualaman oleh Sri Paduka Paku Alam IX. Keduanya memainkan peranan yang sangat menentukan di dalam memelihara nilai-nilai budaya dan adat-istiadat Jawa dan merupakan pemersatu masyarakat Yogyakarta.

Dengan dasar pasal 18 Undang-undang 1945, Dewan Perwakilan Rakyat Propisni Daerah Istimewa Yogyakarta menghendaki agar kedudukan sebagai Daerah Istimewa untuk Daerah Tingkat I, tetap lestari dengan mengingat sejarah pembentukan dan perkembangan Pemerintahan Daerahnya yang sepatutnya dihormati.

Pasal 18 undang-undang dasar 1945 itu menyatakan bahwa “ pembagian Daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem Pemerintahan Negara dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-daerah yang bersifat Istimewa “.

Sebagai Daerah Otonom setingkat Propinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta dibentuk dengan Undang-undang No.3 tahun 1950, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut. Disebutkan bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta adalah meliputi bekas Daerah/Kasultanan Yogyakarta dan Daerah Pakualaman.

Sebagai ibukota Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Kota Yogyakarta kaya predikat, baik berasal dari sejarah maupun potensi yang ada, seperti sebagai kota perjuangan, kota kebudayaan, kota pelajar, dan kota pariwisata.

Sebutan kota perjuangan untuk kota ini berkenaan dengan peran Yogyakarta dalam konstelasi perjuangan bangsa Indonesia pada jaman kolonial Belanda, jaman penjajahan Jepang, maupun pada jaman perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Yogyakarta pernah menjadi pusat kerajaan, baik Kerajaan Mataram (Islam), Kesultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.

Sebutan kota kebudayaan untuk kota ini berkaitan erat dengan peninggalan-peninggalan budaya bernilai tinggi semasa kerajaan-kerajaan tersebut yang sampai kini masih tetap lestari. Sebutan ini juga berkaitan dengan banyaknya pusat-pusat seni dan budaya. Sebutan kata Mataram yang banyak digunakan sekarang ini, tidak lain adalah sebuah kebanggaan atas kejayaan Kerajaan Mataram.

Predikat sebagai kota pelajar berkaitan dengan sejarah dan peran kota ini dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di samping adanya berbagai pendidikan di setiap jenjang pendidikan tersedia di propinsi ini, di Yogyakarta terdapat banyak mahasiswa dan pelajar dari seluruh daerah di Indonesia. Tidak berlebihan bila Yogyakarta disebut sebagai miniatur Indonesia.

Sebutan Yogyakarta sebagai kota pariwisata menggambarkan potensi propinsi ini dalam kacamata kepariwisataan. Yogyakarta adalah daerah tujuan wisata terbesar kedua setelah Bali. Berbagai jenis obyek wisata dikembangkan di wilayah ini, seperti wisata alam, wisata sejarah, wisata budaya, wisata pendidikan, bahkan, yang terbaru, wisata malam.

Disamping predikat-predikat di atas, sejarah dan status Yogyakarta merupakan hal menarik untuk disimak. Nama daerahnya memakai sebutan DIY sekaligus statusnya sebagai Daerah Istimewa. Status Yogyakarta sebagai Daerah Istimewa berkenaan dengan runutan sejarah Yogyakarta, baik sebelum maupun sesudah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.



 

© 2013 Jogja Istimewa. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top